“SISTEM PENUNJANG KOMODITAS JAGUNG DI JENEPONTO”
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Agribisnis
merupakan suatu kegiatan mulai dari pengadaan, proseseing, penyaluran sampai
pada pemasaran produk yang dihasilkan oleh suatu usaha tani atau agroindustri
yang saling terkait satu sama lain. Kerangka sistem agribisnis merupakan suatu
rangkaian dan keterkaitan dari : subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness) yaitu seluruh
kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi bagi pertanian primer
(usahatani), subsistem agribisnis usahatani (onfarm agribusiness) atau pertanian primer, yaitu kegiatan yang
menggunakan sarana produksi dan sub agribisnis hulu untuk menghasilkan
komoditas pertanian primer. Subsistem ini di Indonesia disebut pertanian,
subsistem agribisnis hilir (down-stream
agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas pertanian
primer menjadi produk olahan baik bentuk produk antara (intermediate product) maupun bentuk produk akhir (finished product) dan subsistem jasa
penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa bagi ketiga sub agribisnis di
atas.
Komoditas jagung
saat ini telah menjadi salah satu komoditas yang strategis. Meskipun masyakarat
Indonesia pada umumnya mengkonsumsi jagung bukan sebagai makanan pokok, namun
permintaan terhadap komoditas ini menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan
permintaan tersebut tidak terlepas dari semakin meningkatnya permintaan jagung
untuk kebutuhan bahan pangan, sebagai bahan baku industri maupun pakan ternak. Sulawesi
Selatan sebagai salah satu wilayah potensial jagung selain pulau Jawa dan
Sumatera, kini telah menjadi salah satu target pengembangan jagung di Indonesia
Bagian Timur. Dari total potensi pengembangan sebesar 400.000 Ha yang tersebar
disembilan kabupaten, menunjukkan rata-rata produksitifitas hanya sebesar 1.8
ton/Ha. Padahal program pemerintah menetapkan produksi nasional rata-rata
adalah 5 ton/Ha. Itu berarti angka yang dicapai Propinsi Sulawesi Selatan
sebagai daerah pengembangan jagung masih mempunyai produktifitas yang masih
rendah dan perlu ditingkatkan. Perkembangan produksi yang lambat ini disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya :
1) Kurangnya
sarana penunjang berupa modal bagi petani
2) Belum
merata dan meluasnya penggunaan benih jagung unggul /bermutu di kalangan petani,
3) Masih
rendahnya pengetahuan di tingkat petani baik berupa aspek budidaya maupun
pascapanennya.
4) Belum
adanya pabrik pakan ternak standart seperti PT. Charoen Pokphand Indonesia di wilayah Sulsel yang menyebabkan selisih
harga yang tidak signifikan antara kota Makassar dengan Jakarta maupun
Surabaya.
Oleh karena itu Sub
sistem penunjang sebagai lembaga yang menyediakan jasa bagi subsistem
agribisnis hulu, subsistem usahatani, dan subsistem agribisnis hilir perlu
diperhatikan. Termasuk ke dalam subsistem ini adalah penelitian dan
pengembangan, perkreditan dan asuransi, sistem informasi dan dukungan kebijakan
pemerintah (mikroekonomi, tata ruang, makroekonomi).
Tujuan Penulisan
1 1) Mengetahui peranan subsistem penunjang
dalam budidaya jagung di Jeneponto
2) Mengetahui permasalahan yang dihadapi
pada subsistem penunjang dalam budidaya jagung di Jeneponto
3) Menentukan
solusi yang tepat untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi pada subsistem
penunjang serealia komoditas jagung di kabupaten Jeneponto.
PEMBAHASAN
Mengacu pada data luas tanam dan produksi jagung kuning disembilan
kabupaten sebagai barometer potensial jagung Sulsel tahun 1999 – 2000, dapat
dikatakan bahwa untuk mengatasi besarnya impor jagung yang mencapai 1 – 1.2
juta ton bukanlah suatu hal yang mustahil. Tentu saja hal ini harus
mempertimbangkan dukungan sarana, prasarana maupun infrastruktur yang memadai
serta didukung pula dengan pengelolaan budidaya yang baik dan tepat. Bila
mengambil standar produksi rata-rata nasional yaitu sebesar 5 ton/Ha, maka
dengan luas tanam potensial sebesar 268.920 Ha akan diperoleh hasil produksi
sebesar 1.344.600 Ton, yang berarti dapat mengatasi/ mampu memenuhi kebutuhan
impor jagung.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa peluang peningkatan
produksi jagung di Sulsel masih cukup besar dan berpotensi. Potensi area yang besar ini merupakan modal utama
untuk mendorong peningkatan produksi. Namun, perlu disadari pula bahwa serapan
hasil produksi jagung lokal ternyata
masih kecil bagi kebutuhan industri lainnya. Hal ini disebabkan masih rendahnya
kualitas atau mutu dari standart yang diinginkan atau ditetapkan industri pakan
ternak
Selain itu faktor
lain yang mengakibatkan hal itu terjadi adalah salah satu kurang modal petani
dalam mendapatkan bibit dan benih yang bersetifikat. Dalam hal inilah peran subsistem penunjang
sangat dibutuhkan. Dimana subsistem penunjang merupakan kegiatan yang
menyediakan jasa bagi ketiga subsistem agribisnis yaitu sibsistem hulu,
subsistem hilir dan subsistem onfarm. Adapun bagian-bagian dari subsistem penunjang
dalam Agribisnis serealia komoditas jagung yaitu :
1. Lembaga-lembaga jasa pemberi modal kredit.
2. Lembaga penelitian dan pengembangan
3. Infrastruktur (Transportasi, Sarana Jalan,
dll)
1. Lembaga Jasa Penunjang
Lembaga jasa memegang peranan penting dalam
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, peningkatan produksi dan pendapatan
serta kesejahteraan petani. Namun kinerjanya belum optimum yang dicirikan
oleh masih sulitnya akses petani terhadap pelayanan lembaga-lembaga yang ada
termasuk akses pemasaran. Akibatnya produktivitas pertanian dan pendapatan
petani relatif masih rendah. Salah satu penyebabnya yaitu Koordinasi dan
kinerja lembaga-lembaga keuangan perbankan perdesaan masih rendah. Lembaga jasa
meliputi lembaga jasa pemberi modal kredit (seperti bank, Kredit Usaha Tani
(KUT), asuransi dan lembaga finansial lainnya) dan lemabaga pengembangan,
pelatihan dan penelitian (Badan Penyuluhan).
Dalam hal permasalahan yang dihadapi dalam lembaga
jasa penunjang ini peran pemerintah daerah dengan semangat otonomi daerahnya
memegang peran sentral. Tujuan utamanya adalah agar setiap lembaga mampu
melayani para petani dengan relatif mudah dan lancar secara bersinambung. Untuk
itu diperlukan penerapan prinsip-prinsip efisiensi fungsi-fungsi
manajemen administrasi, manajemen produksi dan distribusi, manajemen
pelayanan, manajemen kontrol, manajemen supervisi, manajemen sumberdaya manusia
dan manajemen informasi kelembagaan.
2. Infrastruktur
Infrasturuktur merupakan kebutuhan yang sangat
vital sebagai salah satu pendukung utama dinamika dan aktivitas pertanian. Infrastruktur
sebagai salah satu faktor utama yang mendukung pelaksanaan pengembangan
pertanian mempunyai fungsi sebagai berikut :
§ Sebagai sarana dalam hal pengadaan benih,
pupuk, bahan kimia secara massal dan memungkinkan penyediaannya menjadi lebih
mudah.
§ Membantu dalam hal pendistribusian
sarana produksi pertanian dan pemasaran produk pangan
Permasalahan yang dihadapi dalam Subsistem Jasa penunjang
Adapun
masalah-masalah yang dihadapi dalam Subsistem jasa penunjang yaitu :
- Peran antar lembaga pendidikan dan pelatihan, balai penelitian, dan penyuluhan belum terkoordinasi dengan baik. Kualitas sumberdaya manusia pelaku lembaga dan fasilitas masih rendah. Penyediaan paket teknologi dari hasil penelitian belum merata diterima para petani. Sementara itu rekomendasi paket teknologi masih berskala nasional yang belum tentu sesuai dengan lokal spesifik.
- Fungsi dan keberadaan lembaga penyuluhan cenderung terabaikan. Jumlah dan tenaga penyuluh yang berkualitas sesuai dengan perkembangan IPTEK relatif rendah. Akibatnya kualitas penyuluhan dalam pelaksanaan program intensifikasi relatif rendah. Partisipasi petani juga semakin rendah. Hal itu menyebabkan produktivitas pertanian khususnya di sektor tanaman pangan juga rendah.
- Koordinasi dan kinerja lembaga-lembaga keuangan perbankan perdesaan masih rendah. Hal ini ditunjukkan oleh daya serap plafon Kredit Usahatani (KUT) termasuk untuk produksi pangan masih rendah. Selain itu tunggakan pembayaran masih tinggi.
- Koperasi perdesaan khususnya yang bergerak di sektor pertanian masih belum berjalan optimum. Bahkan jumlah yang masih aktif relatif sedikit atau diperkirakan hanya sekitar 15 % saja. Selebihnya berada pada posisi pasif dan cenderung akan berhenti beroperasi kalau tidak ada pembinaan. Dengan demikian fungsi koperasi untuk mensejahterakan anggotanya tidak berjalan baik.
- Keberadaan lembaga-lembaga tradisi di perdesaan seperti lumbung desa, gotong royong dan organisasi pengairan belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimum.
Solusi
Yang Tepat untuk Memecahkan Permasalahan yang dihadapi
Adapun
solusi yang tepat untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi pada subsistem hilir dalam agribisnis
jagung yaitu :
- Peningkatan kualitas sumberdaya manusia para pelaku kelembagaan sehubungan dengan perkembangan teknologi, permasalahan dan kebutuhan para petani. Model pendidikan dan pelatihan ditekankan pada pengembangan bidang-bidang produksi primer dan sekunder, alih teknologi dan informasi, pemasaran, finansial, kelembagaan, dan infrastruktur.
- Diperlukan restrukturisasi kelembagaan penyuluhan pertanian yang mampu menyentuh langsung kebutuhan petani dengan melibatkan petani secara lebih aktif lagi. Model penyuluhan mandiri dimana petani berperan sebagai pelaku aktif perlu terus ditingkatkan peranannya. Untuk itu jumlah dan kualitas penyuluh yang memiliki kemampuan di bidang konsultasi/analisis produksi dan pemasaran serta sebagai mediator atau jembatan/mediator ke berbagai lembaga keuangan dan pendidikan/pelatihan perlu terus ditingkatkan.
- Meningkatkan kualitas manajemen koperasi yang ada, khususnya dalam kualitas sumberdaya manusia para pengurus dan manajer, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani. Para petani yang tergabung dalam kelompok bisnis perlu dilembagakan dalam koperasi terutama untuk meningkatkan rebut tawar dalam memperoleh pelayanan kredit dan pemasaran hasil.
- Meningkatkan koordinasi peran lembaga-lembaga keuangan/perbankan dengan lembaga-lembaga penyuluhan, sarana produksi, dan koperasi untuk meningkatkan pelayanan kepada petani secara optimum. Diperlukan cara terbaik dalam rangka mengakses dan mengontrol distribusi kredit dan penyediaan saprodi agar sampai ke tangan petani dengan tepat waktu, tepat kualitas dan tepat harga sesuai kebutuhan petani.
- Meningkatkan peran badan penerapan teknologi dan informasi pertanian. Penelitian-penelitian berbagai aspek pertanian spesifik lokal perlu didukung dengan biaya/anggaran dan fasilitas yang memadai dan kualitas sumberdaya peneliti yang semakin tinggi kwalifikasinya. Dengan demikian alih teknologi inovatif kepada petani akan meningkat. Pada gilirannya para petani akan menerapkan inovasi baru pertanian dengan bersinambung.
- Meningkatkan peran dari lembaga-lembaga tradisional seperti organisasi lumbung desa dan pengairan. Dalam situasi produktivitas pertanian dan penyediaan pangan khususnya di sektor tanaman pangan yang relatif rendah maka peran kedua lembaga tersebut menjadi penting. Untuk itu di setiap daerah diperlukan adanya pembinaan manajemen kelembagaan dari pemerintah daerah setempat.
- Meningkatkan kemandirian organisasi petani. Intinya adalah suatu organisasi yang dimiliki, digerakkan dan dikendalikan oleh petani sendiri. Pemerintah daerah lebih berfungsi sebagai fasilitator saja. Untuk itu perlu peningkatan kualitas sumberdaya manusia para pengelola dan efektivitas manajemen kelembagaan melalui pelatihan dan pembinaan-pembinaan intensif.
KESIMPULAN
Agribisnis merupakan suatu kegiatan mulai dari pengadaan,
proseseing, penyaluran sampai pada pemasaran produk yang dihasilkan oleh suatu
usaha tani atau agroindustri yang saling terkait satu sama lain. Berdasarkan pengertian agribisnis maka kajian agribisnis
sebagai sektor merentang dari agribisnis hulu, kegiatan produksi bahan primer (agribisnis onfarm), hingga agribisnis
hilir dan jasa pendukung agribisnis. Agribisnis hilir merupakan ragam kegiatan
industri pengolahan hasil pertanian primer dan perdagangannya.
Kabupaten Jeneponto merupakan bagian dari provinsi
sulawesi selatan dimana daerah ini adalah salah satu daerah
potensial sentra produksi jagung di Indonesia. Pada subsistem agribisnis jagung
di wilayah Jeneponto dilakukan 3 tahapan sebelum sampai ke tangan konsumen
yaitu penanganan pasca panen dan pemasaran hasil. Panen. Penanganan pascapanen,
(meliputi penjemuran/pengeringan,
pemipilan, pengemasan, penyimpanan, dan standardisasi mutu jagung) dan
Pemasaran hasil.
Subsistem jasa
penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa bagi ketiga sub agribisnis yaitu
subsistem hulu, subsitem onfarm dan subsistem hilir. Bagian-bagian dari
subsistem penunjang dalam Agribisnis serealia komoditas jagung yaitu : Lembaga-lembaga
jasa pemberi modal kredit, Lembaga penelitian dan pengembangan danInfrastruktur
(Transportasi, Sarana Jalan, dll). Dimana dalam penerapannya masih banyak
kendala- kendala yang di hadapi oleh petani untuk mendapatkan manfaat dari jasa
penunjang ini.
DAFTAR
PUSTAKA
No comments:
Post a Comment