Sunday, February 5, 2012

PRAKTIKUM MK. AGRIBISNIS PANGAN

“SISTEM PENUNJANG KOMODITAS JAGUNG DI JENEPONTO”

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Agribisnis merupakan suatu kegiatan mulai dari pengadaan, proseseing, penyaluran sampai pada pemasaran produk yang dihasilkan oleh suatu usaha tani atau agroindustri yang saling terkait satu sama lain. Kerangka sistem agribisnis merupakan suatu rangkaian dan keterkaitan dari : subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness) yaitu seluruh kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi bagi pertanian primer (usahatani), subsistem agribisnis usahatani (onfarm agribusiness) atau pertanian primer, yaitu kegiatan yang menggunakan sarana produksi dan sub agribisnis hulu untuk menghasilkan komoditas pertanian primer. Subsistem ini di Indonesia disebut pertanian, subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan baik bentuk produk antara (intermediate product) maupun bentuk produk akhir (finished product) dan subsistem jasa penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa bagi ketiga sub agribisnis di atas.

Komoditas jagung saat ini telah menjadi salah satu komoditas yang strategis. Meskipun masyakarat Indonesia pada umumnya mengkonsumsi jagung bukan sebagai makanan pokok, namun permintaan terhadap komoditas ini menunjukkan adanya peningkatan. Peningkatan permintaan tersebut tidak terlepas dari semakin meningkatnya permintaan jagung untuk kebutuhan bahan pangan, sebagai bahan baku industri maupun pakan ternak. Sulawesi Selatan sebagai salah satu wilayah potensial jagung selain pulau Jawa dan Sumatera, kini telah menjadi salah satu target pengembangan jagung di Indonesia Bagian Timur. Dari total potensi pengembangan sebesar 400.000 Ha yang tersebar disembilan kabupaten, menunjukkan rata-rata produksitifitas hanya sebesar 1.8 ton/Ha. Padahal program pemerintah menetapkan produksi nasional rata-rata adalah 5 ton/Ha. Itu berarti angka yang dicapai Propinsi Sulawesi Selatan sebagai daerah pengembangan jagung masih mempunyai produktifitas yang masih rendah dan perlu ditingkatkan. Perkembangan produksi yang lambat ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya :
1)  Kurangnya sarana penunjang berupa modal bagi petani
2)  Belum merata dan meluasnya penggunaan benih jagung unggul /bermutu di kalangan    petani,
3)  Masih rendahnya pengetahuan di tingkat petani baik berupa aspek budidaya maupun pascapanennya.
4) Belum adanya pabrik pakan ternak standart seperti PT. Charoen Pokphand Indonesia  di wilayah Sulsel yang menyebabkan selisih harga yang tidak signifikan antara kota Makassar dengan Jakarta maupun Surabaya.
Oleh karena itu Sub sistem penunjang sebagai lembaga yang menyediakan jasa bagi subsistem agribisnis hulu, subsistem usahatani, dan subsistem agribisnis hilir perlu diperhatikan. Termasuk ke dalam subsistem ini adalah penelitian dan pengembangan, perkreditan dan asuransi, sistem informasi dan dukungan kebijakan pemerintah (mikroekonomi, tata ruang, makroekonomi).

Tujuan Penulisan
1         1)    Mengetahui peranan subsistem penunjang dalam budidaya jagung di Jeneponto
2)   Mengetahui permasalahan yang dihadapi pada subsistem penunjang dalam budidaya jagung di Jeneponto 
3)   Menentukan solusi yang tepat untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi pada subsistem penunjang serealia komoditas jagung di kabupaten Jeneponto.

PEMBAHASAN

Mengacu pada data luas tanam dan produksi jagung kuning disembilan kabupaten sebagai barometer potensial jagung Sulsel tahun 1999 – 2000, dapat dikatakan bahwa untuk mengatasi besarnya impor jagung yang mencapai 1 – 1.2 juta ton bukanlah suatu hal yang mustahil. Tentu saja hal ini harus mempertimbangkan dukungan sarana, prasarana maupun infrastruktur yang memadai serta didukung pula dengan pengelolaan budidaya yang baik dan tepat. Bila mengambil standar produksi rata-rata nasional yaitu sebesar 5 ton/Ha, maka dengan luas tanam potensial sebesar 268.920 Ha akan diperoleh hasil produksi sebesar 1.344.600 Ton, yang berarti dapat mengatasi/ mampu memenuhi kebutuhan impor jagung.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa peluang peningkatan produksi jagung di Sulsel masih cukup besar dan berpotensi. Potensi area yang besar ini merupakan modal utama untuk mendorong peningkatan produksi. Namun, perlu disadari pula bahwa serapan hasil produksi  jagung lokal ternyata masih kecil bagi kebutuhan industri lainnya. Hal ini disebabkan masih rendahnya kualitas atau mutu dari standart yang diinginkan atau ditetapkan industri pakan ternak
Selain itu faktor lain yang mengakibatkan hal itu terjadi adalah salah satu kurang modal petani dalam mendapatkan bibit dan benih yang bersetifikat.  Dalam hal inilah peran subsistem penunjang sangat dibutuhkan. Dimana subsistem penunjang merupakan kegiatan yang menyediakan jasa bagi ketiga subsistem agribisnis yaitu sibsistem hulu, subsistem hilir dan subsistem onfarm. Adapun bagian-bagian dari subsistem penunjang dalam Agribisnis serealia komoditas jagung yaitu :
1.      Lembaga-lembaga jasa pemberi modal kredit.
2.      Lembaga penelitian dan pengembangan
3.      Infrastruktur (Transportasi, Sarana Jalan, dll)

1. Lembaga  Jasa Penunjang
Lembaga jasa memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, peningkatan produksi dan pendapatan serta kesejahteraan petani. Namun kinerjanya  belum optimum yang dicirikan oleh masih sulitnya akses petani terhadap pelayanan lembaga-lembaga yang ada termasuk akses pemasaran. Akibatnya produktivitas pertanian dan pendapatan petani relatif masih rendah. Salah satu penyebabnya yaitu Koordinasi dan kinerja lembaga-lembaga keuangan perbankan perdesaan masih rendah. Lembaga jasa meliputi lembaga jasa pemberi modal kredit (seperti bank, Kredit Usaha Tani (KUT), asuransi dan lembaga finansial lainnya) dan lemabaga pengembangan, pelatihan dan penelitian (Badan Penyuluhan).
Dalam hal permasalahan yang dihadapi dalam lembaga jasa penunjang ini peran pemerintah daerah dengan semangat otonomi daerahnya memegang peran sentral.  Tujuan utamanya adalah agar setiap lembaga mampu melayani para petani dengan relatif mudah dan lancar secara bersinambung. Untuk itu diperlukan penerapan prinsip-prinsip efisiensi fungsi-fungsi  manajemen administrasi, manajemen produksi dan  distribusi, manajemen pelayanan, manajemen kontrol, manajemen supervisi, manajemen sumberdaya manusia dan manajemen informasi kelembagaan.

2. Infrastruktur
Infrasturuktur merupakan kebutuhan yang sangat vital sebagai salah satu pendukung utama dinamika dan aktivitas pertanian. Infrastruktur sebagai salah satu faktor utama yang mendukung pelaksanaan pengembangan pertanian mempunyai fungsi sebagai berikut :
§  Sebagai sarana dalam hal pengadaan benih, pupuk, bahan kimia secara massal dan memungkinkan penyediaannya menjadi lebih mudah.
§  Membantu dalam hal pendistribusian sarana produksi pertanian dan pemasaran produk pangan

Permasalahan yang dihadapi dalam Subsistem Jasa penunjang
            Adapun masalah-masalah yang dihadapi dalam Subsistem jasa penunjang yaitu :
  1. Peran antar lembaga pendidikan dan pelatihan, balai penelitian, dan penyuluhan belum terkoordinasi dengan baik. Kualitas sumberdaya manusia pelaku lembaga dan fasilitas masih rendah. Penyediaan paket teknologi dari hasil penelitian belum merata diterima para petani. Sementara itu rekomendasi paket teknologi masih berskala nasional yang belum tentu sesuai dengan lokal spesifik.
  2. Fungsi dan keberadaan lembaga penyuluhan cenderung terabaikan. Jumlah dan tenaga penyuluh yang berkualitas sesuai dengan perkembangan IPTEK relatif rendah. Akibatnya kualitas penyuluhan  dalam pelaksanaan program intensifikasi relatif rendah. Partisipasi petani juga semakin rendah. Hal itu menyebabkan produktivitas pertanian khususnya di sektor tanaman pangan juga rendah.
  3. Koordinasi dan kinerja lembaga-lembaga keuangan perbankan perdesaan masih rendah. Hal ini ditunjukkan oleh daya serap  plafon Kredit Usahatani (KUT) termasuk untuk produksi pangan masih rendah. Selain itu  tunggakan pembayaran masih tinggi.
  4.  Koperasi perdesaan khususnya yang bergerak di sektor pertanian masih belum berjalan optimum. Bahkan jumlah yang masih aktif relatif sedikit atau diperkirakan hanya sekitar 15 % saja. Selebihnya berada pada posisi pasif dan cenderung akan berhenti beroperasi kalau tidak ada pembinaan. Dengan demikian fungsi koperasi untuk mensejahterakan anggotanya tidak berjalan baik.
  5. Keberadaan lembaga-lembaga tradisi di perdesaan seperti lumbung desa, gotong royong dan organisasi pengairan belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimum.

Solusi Yang Tepat untuk Memecahkan Permasalahan yang dihadapi
            Adapun solusi yang tepat untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi pada subsistem hilir dalam agribisnis jagung yaitu :
  1. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia para pelaku kelembagaan sehubungan dengan perkembangan teknologi, permasalahan dan kebutuhan para petani. Model pendidikan dan pelatihan ditekankan pada pengembangan bidang-bidang produksi primer dan sekunder, alih teknologi dan informasi, pemasaran,  finansial,  kelembagaan, dan infrastruktur.
  2. Diperlukan restrukturisasi kelembagaan  penyuluhan pertanian yang mampu menyentuh langsung kebutuhan petani dengan melibatkan petani secara lebih aktif lagi. Model penyuluhan mandiri dimana petani berperan sebagai pelaku aktif perlu terus ditingkatkan peranannya. Untuk itu jumlah dan kualitas penyuluh yang memiliki kemampuan di bidang konsultasi/analisis produksi dan pemasaran serta sebagai mediator atau jembatan/mediator ke berbagai lembaga keuangan dan pendidikan/pelatihan perlu terus ditingkatkan.
  3. Meningkatkan kualitas manajemen koperasi yang ada, khususnya dalam kualitas sumberdaya manusia para pengurus dan manajer, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan petani. Para petani yang tergabung dalam kelompok bisnis perlu dilembagakan dalam koperasi terutama untuk meningkatkan rebut tawar dalam memperoleh pelayanan kredit dan pemasaran hasil.
  4. Meningkatkan koordinasi peran lembaga-lembaga keuangan/perbankan dengan lembaga-lembaga penyuluhan, sarana produksi, dan koperasi untuk meningkatkan pelayanan kepada petani secara optimum. Diperlukan cara terbaik dalam rangka mengakses dan  mengontrol distribusi kredit dan penyediaan saprodi agar sampai ke tangan petani dengan tepat waktu, tepat kualitas dan tepat harga sesuai kebutuhan petani.
  5. Meningkatkan peran badan penerapan teknologi dan informasi pertanian. Penelitian-penelitian berbagai aspek pertanian spesifik lokal perlu didukung dengan biaya/anggaran dan fasilitas yang memadai dan kualitas sumberdaya peneliti yang semakin tinggi kwalifikasinya. Dengan demikian alih teknologi inovatif kepada petani akan meningkat. Pada gilirannya para petani akan menerapkan inovasi baru pertanian dengan bersinambung.
  6. Meningkatkan peran dari lembaga-lembaga tradisional seperti organisasi lumbung desa dan pengairan. Dalam situasi produktivitas pertanian dan penyediaan pangan khususnya di sektor tanaman pangan yang relatif rendah maka peran kedua lembaga tersebut menjadi penting. Untuk itu di setiap daerah diperlukan adanya pembinaan manajemen kelembagaan dari pemerintah daerah setempat.
  7. Meningkatkan kemandirian organisasi petani. Intinya adalah suatu organisasi yang dimiliki, digerakkan dan dikendalikan oleh petani sendiri. Pemerintah daerah lebih berfungsi sebagai fasilitator saja. Untuk itu perlu peningkatan kualitas sumberdaya manusia para pengelola dan efektivitas manajemen kelembagaan melalui pelatihan dan pembinaan-pembinaan intensif.
KESIMPULAN

Agribisnis merupakan suatu kegiatan mulai dari pengadaan, proseseing, penyaluran sampai pada pemasaran produk yang dihasilkan oleh suatu usaha tani atau agroindustri yang saling terkait satu sama lain. Berdasarkan pengertian agribisnis maka kajian agribisnis sebagai sektor merentang dari agribisnis hulu, kegiatan produksi bahan primer (agribisnis onfarm), hingga agribisnis hilir dan jasa pendukung agribisnis. Agribisnis hilir merupakan ragam kegiatan industri pengolahan hasil pertanian primer dan perdagangannya.
Kabupaten Jeneponto merupakan bagian dari provinsi sulawesi selatan dimana daerah ini adalah salah satu daerah potensial sentra produksi jagung di Indonesia. Pada subsistem agribisnis jagung di wilayah Jeneponto dilakukan 3 tahapan sebelum sampai ke tangan konsumen yaitu penanganan pasca panen dan pemasaran hasil. Panen. Penanganan pascapanen, (meliputi  penjemuran/pengeringan, pemipilan, pengemasan, penyimpanan, dan standardisasi mutu jagung) dan Pemasaran hasil.
Subsistem jasa penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa bagi ketiga sub agribisnis yaitu subsistem hulu, subsitem onfarm dan subsistem hilir. Bagian-bagian dari subsistem penunjang dalam Agribisnis serealia komoditas jagung yaitu : Lembaga-lembaga jasa pemberi modal kredit, Lembaga penelitian dan pengembangan danInfrastruktur (Transportasi, Sarana Jalan, dll). Dimana dalam penerapannya masih banyak kendala- kendala yang di hadapi oleh petani untuk mendapatkan manfaat dari jasa penunjang ini.

DAFTAR PUSTAKA
 

No comments:

Post a Comment

download,pdf,agribisnis,ppt,studi,kasus,perbankan,kelayakan,skripsi,pkl