Sunday, February 5, 2012

Contoh MK. TATANIAGA AGRIBISNIS


ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT


Penelitian ini berisikan tentang analisis tingkat pendapatan usahatani kedelai, mengkaji saluran tataniaga, struktur pasar dan permasalahan yang ada disetiap pelaku pasar dan menganalisis tingkat efisiensi tataniaga kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur.
Tapi pada paper ini yang dibahas hanyalah tentang tataniaga, struktur pasar dan permasalahan yang ada disetiap pelaku pasar dan analisis tingkat efisiensi tataniaga kedelai di Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur.

a.      Saluran Tataniaga
Pada penelitian ini dikatakan bahwa pemasaran kedelai dari petani sampai konsumen akhir melibatkan beberapa pelaku pemasaran yaitu pedagang pengumpul (tengkulak), pedagang besar kecamatan, pedagang besar kabupaten, pedagang besar propinsi, dan pedagang pengecer. Sedangkan saluran tataniaga kedelai yang ada di kecamatan ciranjang ini meliputi dua saluran tataniaga yaitu saluran tataniaga kedelai polong muda dan saluran tataniaga kedelai polong tua.
Struktur pasar yang dihadapi antara petani dan pedagang pengumpul, petani dan pedagang kecamatan, serta antara petani dan pedagang besar adalah persaingan dan oligopsoni. Hal ini dilihat dari kedelai yang diperjualbelikan umumnya homogen yaitu kedelai varietas Dapros. Selain itu petani dalam memasarkan hasilnya tidak menghadapi hambatan karena petani dengan mudah menjual kedelai kepada pembeli, sedangkan pedagang pengumpul menhadapi hambatan pada waktu bukan musim tanam kedelai dan keterbatasan modal. Sedangkan sumber informasi tentang harga dibawa oleh pedagang sehingga penentuan harga dilakukan oleh pedagang. Akibatnya petani hanya berperan sebagai price staker dan tidak memiliki posisi tawa yang kuat dalam penentuan harga.
Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengumpul adalah persaingan dimana komoditi yang diperjualbelikan di tingkat pedagang pengumpul bersifat homogen. Selain itu pedagang pengumpul dalam menentukan harga sangat lemah. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang kecamatan adalah oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang besar dan pedagang propinsi, dan antara pedagang besar dan pedagang pengecer mengarah ke pasar oligopoli dan persaingan.

b.      Marjin Tataniaga
Marjin tataniaga dalam penelitian ini dihitung berdasarkan kedelapan saluran tatniagan ynag terbentuk yang menjelaskan perbedaan harga dan tidak memuat pernyataan mengenai jumlah komoditi yang dipasarkan. Perhitungannya meliputi biaya tataniaga dan keuntungan lembaga yang terlibat dalam saluran tataniaga tersebut. Adapun sistem tataniaga yang terjadi di kecamatan Ciranjang yaitu :

1.  Petani - Pedagang pengumpul - Pedagang kecamatan – Pengrajin Tahu/Tempe.
     Total Biaya tataniaga = Rp 97 /kg
     Total Marjin = Rp 1.004,40
     Total Keuntungan = Rp 907,40

2.  Petani - Pedagang pengumpul - Pedagang kabupaten – Pengrajin Tahu/Tempe.
Total Marjin = Rp 1.004
     Total Keuntungan = Rp 899,07

3. Petani - Pedagang pengumpul - Pedagang kecamatan – Pedagang pengecer – Konsumen akhir.
Total Marjin = Rp 1.004,4
     Total Keuntungan = Rp 1.219,07

4. Petani - Pedagang pengumpul - Pedagang kecamatan – Pedagang Propinsi - Pengrajin Tahu/Tempe.
Total Marjin = Rp 3.404,40
     Total Keuntungan = Rp 3.125,40

5. Petani - Pedagang pengumpul - Pedagang kecamatan – Pedagang Propinsi - Pedagang pengencer – Konsumen akhir.
Total Marjin = Rp 4.904,40
     Total Keuntungan = Rp 356.07 sampai Rp 1.381.33

6. Petani - Pedagang kabupaten - Pedagang pengecer – Konsumen akhir.
Total Marjin = Rp 1.000
     Total Keuntungan = Rp 863

7. Petani - Pedagang kabupaten - Pedagang propinsi – Pengrajin Tahu/Tempe.
Total Marjin = Rp 3.000
     Total Keuntungan = Rp 1.395.5 – 1.405,5

8. Petani - Pedagang kabupaten - Pedagang propinsi – Pedagang pengecer – konsumen akhir.
Total Marjin = Rp 3.400
     Total Keuntungan = Rp 423 – Rp 1.405,5

c.       Farmer’s Share
Farmer’s share digunakan untuk membandingkan harga yang dibayarkan konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase. Berdasarkan kedelapan saluran tataniaga yang dibahas, maka dapat diketahui tingkat farmer’s Share yang diterima petani.
Nilai farmer’s share dari seluruh tataniaga yg ada berkisar antara 44.22 sampai 77.78 persen, dimana farmer’s share terbesar terjadi pada saluran tataniaga yang ke enam yaitu dari Petani - Pedagang kabupaten - Pedagang pengecer – Konsumen akhir yaitu sebesar 77.78 persen. Jika dilihat dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa saluran tataniaga yang keenam adalah saluran tataniaga yang paling efesien selain itu dilihat dari total marjin tataniaga yang dikeluarkan juga rendah.

d.    Rasio Keuntungan dan Biaya
Rasio keuntungan dan biaya tataniaga paling tinggi terdapat pada saluran tataniaga tujuh yaitu dimulai dari Petani - Pedagang kabupaten - Pedagang propinsi – Pengrajin Tahu/Tempe dan saluran tataniaga delapan yaitu mulai dari Petani - Pedagang kabupaten - Pedagang propinsi – Pedagang pengecer – konsumen akhir yaitu dengan nilai sebesar 14,87.  Nilai rasio ini memberikan arti bahwa setiap satu rupiah perkilogram biaya tataniaga yang dikeluarkan akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 14,87 per kilogram.
 
KOMENTAR

Berdasarkan teori yang ada analisis tataniaga dilakukan melalui beberapa pendekatan, yaitu pendekatan fungsi, kelembagaan, sistem dan struktur pasar. Pada penelitian diinformasikan bahwa pendekatan fungsi (The Functional Approach) yang dilakukan oleh petani kedelai tersebut terdiri dari:
1.      Fungsi pertukaran (Exchange Functions) yaitu dimana petani kedelai melakukan aktivitas dalam perpindahan hak milik kedelai kepada pelaku pasar. Selain itu terjadi juga fungsi pembelian yang dilakukan pelaku pasar kepada petani dan fungsi penjualan yang dilakukan petani dan pelaku pasar kepada konsumen akhir yang terjadi di pasar.
2.      Fungsi phisik (Physical Functions), dimana pada aktivitas ini yang dilakukan petani hanyalah melakukan perubahan produk kedelai saja, yaitu dengan melakukan penyimpanan pada kedelai polong muda untuk beberapa waktu kedepan yang dibutuhkan sehingga nantinya kedelai polong muda tersebut mematangkan diri menjadi kedelai polong tua. Dimana hal ini memberikan keuntungan yang lebih banyak kepada petani karena penyerapan pasar untuk kedelai polong tua masih sangat terbuka luas disebabkan kedelai polong tua dibutuhkan industri-industri makanan dan minuman berbahan baku kedelai.
Tetapi pada fungsi ini, yang tidak dilakukan oleh petani kedelai tersebut adalah aktivitas penanganan, pengangkutan, pengolahan, pabrikan dan pengemasan. Jika aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan oleh petani maka hal ini akan memberikan keuntungan yang lebih besar di tingkat petani. Misalnya untuk hal penanganan, apabila petani melakukan penanganan yang baik seperti grading maka harga kedelai ditingkat petani akan lebih tinggi dari harga yang ada sekarang. Fungsi ini hanya dilakukan oleh pelaku pasar yang lain.

Sedangkan pada stuktur pasar yang dihadapi antara petani dan pedagang pengumpul, petani dan pedagang kecamatan, serta antara petani dan pedagang besar adalah persaingan dan oligopsoni. Dimana petani hanya berperan sebagai price taker dan tidak memiliki posisi tawa yang kuat dalam penentuan harga, sedangkan sumber informasi tentang harga dibawa oleh pedagang sehingga penentuan harga dilakukan oleh pedagang. Disini saya merasa kurang setuju jika harga yang ditetapkan oleh pedagang merujuk pada pasar persaingan dan oligopsoni. Karena berdasarkan perkuliahan yang ada bahwa pada pasar persaingan pembeli dan penjual tidak bisa mempengaruhi harga. Harga akan ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran di pasar.
Margin Tataniaga berhubungan perbedaan harga yang diterima petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Dilihat dari penelitian ini bahwa margin tataniaga yang paling tinggi di terima petani adalah pada saluran pemasaran dari Petani - Pedagang pengumpul - Pedagang kecamatan – Pedagang Propinsi - Pedagang pengencer – Konsumen akhir dengan Total Marjin sebesar Rp 4.904,40 sedangkan margin tataniaga yang paling kecil diterima yaitu pada saluran tataniaga dari Petani - Pedagang kabupaten - Pedagang pengecer – Konsumen akhir dengan Total Marjin sebesar Rp 1.000.
Untuk mendapatkan margin tataniaga yang diharapkan menurut saya sebaiknya petani melakukan kerjasama antar lembaga tataniaga kedelai. Dimana bentuk kerjasama ini bisa dilakukan dalam hal misalnya melakukan kontrak pemasaran atau kontrak produksi dimana hal ini juga dapat mengurangi kerugian yang diakibatkan adanya risiko harga yang terjadi di pasar sehingga nantinya hal ini mampu menambah keuntungan petani.


DAFTAR PUSTAKA

Meryani N. 2008. Analisis cabang usahatani tataniaga kedelai di kecamatan Ciranjang, kabupaten Cianjur Jawa Barat [skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

No comments:

Post a Comment

download,pdf,agribisnis,ppt,studi,kasus,perbankan,kelayakan,skripsi,pkl