JAGOAN ANIMASI DARI TEBET
Muda,
pintar, kreatif, punya bisnis sendiri, dan banyak duit, wow pasti menjadi
impian banyak orang. Seperti Wahyu Aditya, yang biasa dipanggil Wadit ini, di
usianya 27 tahun, ia berhasil mewujudkannya lewat bisnis yang digeluti di
bidang animasi dan motion picture. Namanya, Hello Motion.
Arek Malang kelahiran 4 Maret 1980
ini mendirikan Hello Motion pada April 2004, setelah menyelesaikan kuliah
Jurusan Multimedia Interaktif dan Animasi di Sydney's KvB Institute of Technology,
Australia, serta dua tahun bekerja sebagai staf animasi di Trans TV.
Sebenarnya, selepas dari Trans TV, Wadit sempat mendirikan perusahaan animasi
bersama kawan-kawannya, dan sempat menggarap berbagai videoklip terkenal. Namun
kemudian, agar lebih leluasa mengembangkan kreativitasnya, Wadit memilih
mendirikan usaha sendiri. Ia mulai usaha dengan modal pinjaman bank Rp 500
juta. “Jaminannya tanah milik orang tua saya di Malang,” tutur pendiri &
Presdir Hello Motion yang berkantor di
Tebet, Jakarta ini.
Dia animator, dia muda, dan dia
berhasil membuka jalan terang bagi mereka yang ingin menggeluti animasi.
Namanya Wahyu Aditya, 29 tahun. Cita-citanya meningkatkan industri animasi
lokal. Di depan peserta ASEANpreneurs Youth Leader Exchange 2009 di Universitas
Binus, Rawa Belong, Jakarta Barat, pada Rabu pekan lalu, anak muda ini
menyatakan akan terus berikhtiar melahirkan animator.
Adit begitu dia disapa, adalah
pendiri Hello Motion School of Animation and Cinema, tempat kursus animasi di
Tebet Raya, Jakarta Selatan. Kursus itu dia rintis lima tahun lalu di sebuah
rumah toko berlantai tiga. Modalnya Rp 400 juta, dia pinjam dari bank berbekal
jaminan sertifikat rumah orang tuanya.
Di tempat itu dia mendidik semua
muridnya. Adit menyusun kurikulum berdasarkan pengalaman kerja yang pernah dia
dapat. Pesertanya anak sekolah dasar hingga orang dewasa. "Animasi bisa
dipelajari oleh siapa saja," ujarnya. Biaya kursus per program Rp 3,9 juta
untuk 20 sesi pertemuan-ke-cuali kelas editing Rp 1,6 juta dengan sembilan
pertemuan. Pelajaran di-mulai pada sore dan malam. Ia juga membuka kelas
animasi dua dimensi pada siang hari untuk anak SD. Dibagi dalam tiga jenjang,
biaya kelas anak-anak ini Rp 950 ribu-1,2 juta sepanjang delapan kali
pertemuan.
Hasilnya, Hello Motion sudah
melahirkan hampir seribu alumnus. Ada yang bekerja di stasiun televisi, agensi
iklan, atau rumah produksi. Ada yang terlibat dalam pembuatan film begitu lulus
Hello Motion, ada juga yang merintis usaha sendiri. Tahun lalu sekolah ini
berubah nama menjadi Hello Motion Academy.
Adit kemudian mulai menggelar
HelloFest, festival tahunan animasi. Di acara itu dia membebaskan peserta
mengenakan kostum sesuai dengan tokoh imajinasi mereka. Tujuannya, peserta yang
belum bisa bikin animasi tetap memberikan inspirasi. "Saya ingin membangun
komunitas yang peduli animasi," katanya.
Semula ditonton 300-an orang, penonton HelloFest kini pada
tahun keenam membeludak sepuluh kali lipat. Yang terakhir berlangsung di Balai
Kartini, Jakarta, pada Sabtu dua pekan lalu. Sekitar 233 film pendek diputar di
sana.
Lewat ajang ini, Adit merangsang para
kreator mengeksplorasi seni animasi, mulai media kreasi hingga teknik baru
dalam pembuatan animasi. Dia merancang jaringan dan database, sehingga gaya,
karakter, dan kompetensi tiap animator bisa terekam dengan detail.
Saban kali mendapat proyek, Adit melibatkan jaringannya. Dia
melakukan supervisi atau membuat storyboard, sisanya digarap animator daerah.
"Saya ingin memberi kesempatan buat mereka yang di luar Jakarta merasakan
pengalaman komersial," Adit memberi alasan.
Sepanjang 2006-2008, proyek kola-borasi
itu menghasilkan banyak karya. Ada klip video, iklan pendidikan, dan profil
perusahaan. Kliennya antara lain ASEAN, band musik Padi, Teh Botol Sosro,
Lifebuoy, dan beberapa kementerian. Duit yang didulang mencapai Rp 600 juta.
Keberhasilan HelloFest bergema hingga mancanegara. Sejak
tahun lalu, lima karya terbaik Hello Fest diputar di Asiagraph, Tokyo, Jepang,
semacam perhelatan para kreator Asia. Di sini mereka menampilkan karya-karya
yang menggabungkan sains, seni, dan teknologi. Satu karya animasi Hello Fest
meraih penghargaan Asiagraph tahun lalu. Adit dipercaya menjadi anggota Komite
Asiagraph dan salah satu juri ekshibisi tersebut mulai tahun ini.
Lahir dan besar di Malang, Jawa
Timur, bakat seni Adit terasah sejak taman kanak-kanak. Di usia delapan tahun,
ia menciptakan tokoh-tokoh rekaan. Ia menitipkan kaset video betamax kepada
tetangganya yang punya parabola untuk direkamkan iklan komersial. Kelas enam sekolah
dasar, menggunakan bolpoin dan buku tulis, Adit membuat majalah. Namanya
"Sinoe". Isinya menampilkan tokoh ciptaannya: Doracemont Si Anjing
Ajaib, Resep Cinderlela, dan Enam Sekawan. Yang terakhir bercerita tentang enam
"jagoan" di kelasnya yang suka usil dan dimusuhi banyak orang. Ada
juga iklan sampo, acara televisi, hingga cerita pendek.
Hobi membuat komik berlanjut hingga sekolah menengah
pertama. Lalu di sekolah menengah atas ia tertarik pada animasi. Lulus SMA, ia
melanjutkan studi ke Advanced Diploma of Interactive Multimedia, KvB Institute
of Technology Sydney, Australia (sekarang Raffles College).
Pulang ke Indonesia pada 2000, ia
bergabung dengan Trans TV. Posisi-nya desainer kreatif dan animator. Bertahan
dua tahun, ia keluar dan bekerja lepas. Pada 2003, dia bersama empat koleganya
mendirikan perusahaan kreatif. Proyeknya membikin iklan komersial, profil
perusahaan, hingga klip video. Perusahaan ini bertahan satu tahun. Adit lalu
berikhtiar membuka kursus animasi. Alasannya, dia melihat banyak orang punya
fantasi, tapi tak mampu menghidupkan ide. Untuk mewujudkan imajinasi, kata dia,
bisa lewat animasi.
Ternyata merintis usaha tidak mudah.
Bungsu dari dua bersaudara ini mengaku melakukan kesalahan. Dana Rp 400 juta
dari bank banyak dia belanjakan untuk peralatan, sedangkan divisi lain tak
punya uang. Ia juga tidak tahu cara merekrut karyawan. Ia bahkan tak peduli
arus kas perusahaan. Adit sempat kelimpungan membayar bunga bank. Ia minta
jatuh tempo utang dijadwal ulang. Utang itu lunas dua tahun lagi. Ia pun mulai
membaca buku manajemen dan pemasaran. Beruntung, tak lama kursus dibuka, murid
berdatangan. Tak sampai tiga tahun sudah balik modal. Sementara dulu hanya
punya dua pegawai, kini anggota stafnya ada sepuluh. Jumlah pengajar berlipat,
menjadi 20-an, semuanya mentor lepas. Beberapa di antaranya lulusan Hello Motion.
Sejak tiga tahun lalu, ia mendirikan
Kementerian Desain Republik Indonesia (KDRI). "Ini gerakan menularkan
virus nasionalisme untuk mengubah citra Indonesia lewat kekuatan desain,"
ujarnya. Di blognya, ia mengganti logo beberapa kementerian yang dinilai jadul.
Gerakan ini bersambut. Setiap hari, ia menerima kiriman logo baru dari mereka
yang peduli terhadap gerakan ini. Imbasnya, Kementerian Desain ketiban proyek.
Tugasnya membuat logo beberapa institusi. Pada Desember 2006-Juni 2007, dia
memasukkan Rp 230 juta dari urusan logo saja. Mulai tahun ini ia mendirikan
Distro KDRI, divisi penjualan kaus dan merchandise. Ia memberi kesempatan bagi para
aktivis Kementerian Desain, kini jumlahnya 3.000-an orangikut mendesain gambar
kaus. Honornya Rp 500 ribu plus 10 persen royalti penjualan. Omzet Distro KDRI
kini Rp 15-20 juta per bulan. Adit yakin penjualan Distro KDRI bisa melesat.
Semua lini usaha-di bawah bendera PT HelloMotion Korpora
Indonesiakini beromzet Rp 1,5 miliar per tahun. Pendapatan tertinggi dari Hello
Motion Academy sekitar 60 persen. Disusul Dapupu Production anak usaha di
bidang rumah produksi 35 persen.
Bisnis cerah industri kreatif
membuat investor meliriknya. "Ada tiga investor yang ingin membeli saham
Hello Motion Korpora," kata Adit. Bahkan banyak permintaan agar ia membuka
sistem waralaba. Semua itu belum ditanggapi serius. Kalaupun membuka cabang
sekolah, Adit lebih sreg mengelola sendiri. Itu bisa dikerjakan karena ia
memiliki bank data, jaringan kreator yang diperoleh dari perhelatan HelloFest.
Jangka panjangnya, ia bermimpi Hello Fest dihadiri 500 ribu orang.
Sekolah dan festival memang bagian
dari rencana dia memperbanyak talenta animasi. Apalagi ia ingin menyelesaikan
proyek pribadi berupa film animasi layar lebar, yang membutuhkan banyak
animator. Target besarnya: menciptakan taman bermain seperti Disneyland. Tokoh
yang bakal ditampilkan di taman itu adalah karakter yang lahir dan disosialisasi
lewat Hello Fest dan Kementerian Desain. Karakter itu, kata Adit, harus lengket
dulu dengan publik.
Di mata Choirul Djamhari, Deputi
Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha Kementerian Kop-rasi dan Usaha
Kecil Menengah, Adit adalah sosok yang berpikiran ke depan. Apa yang
dikerjakannya cukup menjanjikan. Apalagi industri kreatif adalah industri masa
depan. "Dia menjadi lokomotif di bidangnya dan memiliki banyak
gerbong," kata Choirul.
"Ia satu-satunya kontestan
International Young Creative Entrepreneur of the Year kategori film yang mampu
berpikir jernih dan paling siap dengan rencana sepuluh tahun ke depan."
Mira Lesmana, produser film, juri International Young Creative Entrepreneur of the Year Kategori Film . "Ternyata ada orang yang punya mimpi besar memajukan animasi Indonesia. Mas Adit adalah animator yang bisa menjalankan bisnis. Melihat HelloFest kemarin, saya yakin prospek bisnis animasi kian besar, memacu semangat kami yang muda-muda."
Mira Lesmana, produser film, juri International Young Creative Entrepreneur of the Year Kategori Film . "Ternyata ada orang yang punya mimpi besar memajukan animasi Indonesia. Mas Adit adalah animator yang bisa menjalankan bisnis. Melihat HelloFest kemarin, saya yakin prospek bisnis animasi kian besar, memacu semangat kami yang muda-muda."
Penghargaan
Animasi Terbaik,
Pekan Komik dan Animasi Indonesia (2000)
Animasi Terbaik,
Festival Film dan Video Independen Indonesia (2000)
Best Video Clip of
the Month, Video Music Indonesia (2002)
People Choice
Award, Video Music Indonesia (2002)
Stop Human Cloning,
Film Pendek Terbaik JiFFest (2004)
Finalis Shorts Film
Festival, Jepang (2004)
Finalis Asian Film
Festival, Korea Selatan (2005)
Delapan Penghargaan
Festival Animasi Indonesia (2005)
Konsep Terbaik Film
Animasi Layar Lebar, JiFFest & Hubert Bals Foundation (2005)
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/12/21/LU/mbm.20091221.LU132236.id.html
No comments:
Post a Comment