Sunday, February 5, 2012

Contoh TUGAS MK. PEMBIAYAAN AGRIBISNIS


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian yang berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah antara lain adalah pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil, penyertaan modal, jual beli, sewa menyewa, pengiriman uang dan berbagai jasa bank lainnya. Tujuan dari bank syariah adalah penghindaran bisnis yang tidak sesuai dengan syariah, adanya sistem riba dan gharar (spekulatif) telah menjadikan uang sebagai komoditi, dan terbukti menghancurkan ekonomi keuangan dunia serta menggerakkan sektor riil.

Fungsi Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang dilakukannya. Bila bank konvensional mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga, maka Bank Syariah dari apa yang disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun mark-up atau profit margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing).

Tujuan
1.     Untuk mengetahui bentuk-bentuk pembiayaan aagribisnis syariah dan konvensional
2.     Mampu menjelaskan peranan pembiayaan syariah
3.     Mampu menunjukkan perkembangan pembiayaan dari waktu ke waktu di Indonesia


PEMBAHASAN

Pertanyaan Analisis:
1.  Menurut kelompok Anda apa peranan pembiayaan syariah dalam pengembangan agribisnis nasional?, jika dilihat dari pengalaman pembangunan pertanian Indonesia selama ini yang di ‘biayai’ oleh pembiayaan konvensional.
Pemberlakuan sistem bunga dalam skim pembiayaan atau kredit oleh kebanyakan Bank Konvensional sangat kontraproduktif dengan sektor pertanian, apalagi tingkat suku bunga bank yang saat ini sangat tinggi dinilai memberatkan dan kurang berpihak terutama pada kepentingan petani sebagai komponen vital sektor pertanian. Selain itu tingkat suku bunga yang sedemikian tinggi akan membuat iklim usaha pertanian semakin sulit karena pelaku usaha tani harus menyediakan dana setiap bulannya untuk membayar bunga kepada bank, sementara sebagian besar perhitungan keuntungan dalam usaha tani dilakukan setelah masa panen. Kondisi usaha sektor pertanian akan semakin hancur dengan sistem bunga ini, ketika bunga harus tetap dibayarkan walaupun usahatani dalam kondisi merugi.
Adanya pola pembiayaan dengan sistem syariah yang  berbeda dengan konsep konvensional (bunga), pola yang berlaku dalam pembiayaan sistem syariah lebih berprinsip pada pola bagi hasil yang saling menguntungkan.  Dengan tampilnya perbankan syariah membiayai sektor pertanian, kelemahan yang ada di bank konvensional secara teoritis teratasi karena prinsip pembiayaan yang diperlukan petani seiring dengan skim pembiayaan di bank syariah.



2.  Sebutkan keuntungan-keuntungan ketika pembiayaan syariah dalam pembangunan atau pengembangan agribisnis di Indonesia?
Keuntungan ketika pembiayaan syariah dalam pembangunan atau pengembangan agribisnis di Indonesia:
a.  Tidak ada lagi kredit yang berbasis bunga tetap (fix interest). Setiap skim kredit, apa pun bentuknya menjadikan bunga sebagai harga tetap dari dana yang dipinjam dan harus dikembalikan ketika jatuh tempo. Padahalsektor pertanian memiliki risiko kegagalan yang tinggi baik dalam produksi maupun fluktuasi harga yang relatif tinggi. Jika petani gagal dalam usahataninya, baik karena gagal panen maupun rendahnya harga pasar, mereka tidak akan mampu membayar pinjaman sehingga dapat terjerat hutang yang semakin besar karena prinsip bunga berbunga. Dengan adanya pembiayaan syariah hal ini tidak akan terjadi lagi karena pembiayaan syariah memiliki ciri bebaas bunga (interest free) atau berprinsip bagi hasil.
b.  Perhitungan bagi hasil dilakukan pada saat transaksi berakhir. Hal ini berarti pembagian hasil dilakukan setelah ada keuntungan riil, bukan berdasar pada asumsi bahwa besarnya keuntungan usaha yang akan diperoleh di atas bunga kredit.
c.  Tidak terdapat kesenjangan (gap)dalam ruang usaha antara peminjam (debitor) dan pemberi pinjaman (kreditor).  Pada pembiayaan konvensional  risiko kegagalan usaha umumnya hanya akan dibebankan kepada debitor, sementara kreditor tetap mendapatkan keuntungan sebesar tingkat suku bunga yang ditetapkan. Namun pada pembiayaan syariah hubungan dengan nasabah merupakan hubungan kemitraan.
d.  Adanya dukungan kredit dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan


3.  Berdasarkan wacana ke-III diperoleh informasi mengenai pola-pola pembiayaan pada sektor pertanian dengan berbagai skala. Menurut kelompok anda, sejauh mana pola tersebut sesuai dan mampu memberikan solusi bagi petani atau UMKM pertanian dalam upaya mengatasi masalah pembiayaan?
Kehadiran lembaga perbankan syari’ah sangat tepat untuk mengembangkan sektor agribisnis, baik bank umum syari’ah maupun Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah. Hal ini dikarenakan bank syari’ah menggunakan skema  bagi hasil (mudharabah,muzara’ah, musyarakah), di samping skema lainnya seperti jual beli salam dan murabahah.
Konsep bagi hasil sebenarnya bukan transaksi baru dalam masyarakat Indonesia.  Tradisi ini telah lama dikenal dalam  berbagai kegiatan ekonomi. Pada sektor pertanian dikenal  sistem maro, mertelu, marapat, paroan. Sistem bagi hasil pertanian, terutama untuk tanaman padi berlangsung antara penggarap dan pemilik modal lahan dengan proporsi bagi hasil yang relatif beragam. Skema kerja sama ini dalam fikih dikenal dengan istilah muzara’ah, musaqah dan mukhabarah. Pada sektor kelautan juga praktek bagi hasil telah lama dipraktekkan antara nelayan dan pemilik boat/ perahu. Sistem ini tampaknya lebih cocok, karena hasil ikan yang akan diperoleh para nelayan tidak dapat diperkirakan, sehingga sistem bagi hasil ini lebih adil.
Dengan demikian, pola pembiayaan syariah mempunyai karakteristik yang lebih cocok dengan komoditi yang dibudidayakan oleh petani. Hal ini disebabkan :
1.     Di bank Islam tidak dikenal adanya perhitungan bunga, tetapi menggunakan prinsip bagi hasil dan pengambilan keuntungan secara jual beli.
2.     Dalam prinsip bagi hasil, besarnya pembagian porsi keuntungan antara pemilik dana (Bank) dan pengelola usaha (Petani) diserahkan kepada kedua belah pihak tersebut disesuaikan dengan masa panen.
3.     Dengan demikian, pada usaha pertanian yang kecil pendapatannya, nisbah yang disepakati akan tidak sama dengan usaha yang lebih besar pendapatannya, mengingat setiap komoditi usaha pertanian memiliki tingkat pendapatan yg berbeda,  dan masa panen (menghasilkan) yg berbeda pula.
4.     Petani tidak dibebani dangan bunga pinjaman, melainkan pengembaliannya secara otomatis disesuaikan dgn masa panen.


4.  Beberapa era pemerintahan sebelumnya menerapkan pola pembiayan bagi pertanian dalam bentuk bantuan/subsidi/kredit, namun pola pembiayan tersebut hampir dinilai tidak berhasil akibat pelaksanaan yang tidak jelas, serta “moral hazard” yang cukup tinggi oleh pelakunya. Apakah permasalahan tersebut nanti dapat diatasi ketika pola pembiayaan syariah diterapkan.
Berkembangnya moral hazard di perbankan konvensional tidak terlepas dari sistem operasionalnya dimana risiko tidak terdistribusi secara proporsional kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Risiko tidak tersebar secara merata antara pemilik dana, pengguna dana, serta pihak bank. Perbankan syariah menggunakan Profit and Loss Sharing (PLS). Secara teoritik, keberadaan PLS berimplikasi kepada risiko serta peluang moral hazard di perbankan sebab risiko menjadi tanggungan kedua pihak. Bank syariah dan nasabah dipaksa untuk menyusun suatu desain kontrak yang optimal bagi kedua belah pihak, sebab keduanya akan berbagi risiko maupun hasil.
Kontrak  mudharabah merupakan salah satu bentuk mekanisme keuangan
syari’ah yang digunakan untuk menggantikan sistem bunga. Dalam kontrak ini terdapat
hubungan antara pemilik modal (shahibul mal/principal) dengan pelaku usaha
(mudharib/agents). Kontrak mudharabah adalah kontrak kerjasama yang menanggung
untung dan rugi antara pemilik dana (bank/principals) dengan nasabah (agents).
Hubungan kontrak keuangan seperti dalam mudharabah  ini biasanya dikenal dengan
nama hubungan keagenan. Oleh karena itu, kontrak seperti ini menuntut adanya
transparansi bagi kedua belah pihak. Jika  salah satu pihak (utamanya nasabah) tidak
menyampaikan secara transparan tentang hal-hal yang berhubungan dengan perolehan
hasil, sehingga dapat terjadi dan  moral hazard.  Dilihat dari sisi masyarakat  pengguna bahwa banyak terjadi kecurangan yang dilakukan oleh masyarakat dalam kaitan dengan pelaporan-pelaporan keuangan atau  moral hazard
Selain itu pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang menuntut kejujuran dan amanah. Untuk mengatasi masalah keagenan dapat diterapkan batasan-batasan tertentu yaitu dapat menggunakan batasan berdasarkan  incentive compatible constraint yang diajukan Presley dan Session. Dengan batasan-batasan ini
diharapkan penyimpangan dalam kontrak  mudharabah  dapat diminimalisasikan.  Incentive compatible constraints adalah suatu cara yang disyaratkan kepada mudharib
untuk mengurangi resiko terjadinya masalah keagenan dalam pembiayaan mudharabah. Berkaitan  dengan lingkungan kerja dan budaya perusahaan perbankan (Corporate culture). Dalam hal etika, sifat shiddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), fathanah (cerdas, professional) dan tabligh (komunikatif, ramah, keterbukaan) harus melandasi setiap tindakan para pelaku perbankan syariah. Dalam hal reward and punishment yang berlaku dalam perbankan syariah dipraktikkan dengan prinsip berkeadilan dan sesuai dengan syari’ah. Dengan demikian, perbankan syariah adalah perbankan yang beroperasi atas dasar prinsip-prinsip syari’ah. Prinsip syari’ah merupakan aturan dasar atau pokok yang berdasarkan hukum Islam.

No comments:

Post a Comment

download,pdf,agribisnis,ppt,studi,kasus,perbankan,kelayakan,skripsi,pkl