PENDAHULUAN
Latar Belakang
Prinsip
syariah adalah aturan perjanjian yang berdasarkan hukum Islam antara bank dan
pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau
kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah antara lain adalah
pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil, penyertaan modal, jual beli, sewa
menyewa, pengiriman uang dan berbagai jasa bank lainnya. Tujuan dari bank
syariah adalah penghindaran bisnis yang tidak sesuai dengan syariah, adanya sistem
riba dan gharar (spekulatif) telah menjadikan uang sebagai komoditi, dan
terbukti menghancurkan ekonomi keuangan dunia serta menggerakkan sektor riil.
Fungsi
Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank konvensional, yakni
sebagai lembaga intermediasi (intermediary
institution) yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan
kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk
fasilitas pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis keuntungan yang
diambil bank dari transaksi-transaksi yang dilakukannya. Bila bank konvensional
mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga, maka Bank Syariah dari apa
yang disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun mark-up atau profit margin,
serta bagi hasil (loss and
profit sharing).
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui bentuk-bentuk pembiayaan aagribisnis syariah dan konvensional
2.
Mampu
menjelaskan peranan pembiayaan syariah
3.
Mampu menunjukkan perkembangan
pembiayaan dari waktu ke waktu di Indonesia
PEMBAHASAN
Pertanyaan Analisis:
1. Menurut
kelompok Anda apa peranan pembiayaan syariah dalam pengembangan agribisnis
nasional?, jika dilihat dari pengalaman pembangunan pertanian Indonesia selama
ini yang di ‘biayai’ oleh pembiayaan konvensional.
Pemberlakuan
sistem bunga dalam skim pembiayaan atau kredit oleh kebanyakan Bank
Konvensional sangat kontraproduktif dengan sektor pertanian, apalagi tingkat
suku bunga bank yang saat ini sangat tinggi dinilai memberatkan dan kurang
berpihak terutama pada kepentingan petani sebagai komponen vital sektor pertanian.
Selain itu tingkat suku bunga yang sedemikian tinggi akan membuat iklim usaha
pertanian semakin sulit karena pelaku usaha tani harus menyediakan dana setiap
bulannya untuk membayar bunga kepada bank, sementara sebagian besar perhitungan
keuntungan dalam usaha tani dilakukan setelah masa panen. Kondisi usaha sektor
pertanian akan semakin hancur dengan sistem bunga ini, ketika bunga harus tetap
dibayarkan walaupun usahatani dalam kondisi merugi.
Adanya
pola pembiayaan dengan sistem syariah yang berbeda dengan konsep konvensional (bunga),
pola yang berlaku dalam pembiayaan sistem syariah lebih berprinsip pada pola
bagi hasil yang saling menguntungkan. Dengan
tampilnya perbankan syariah membiayai sektor pertanian, kelemahan yang ada di
bank konvensional secara teoritis teratasi karena prinsip pembiayaan yang
diperlukan petani seiring dengan skim pembiayaan di bank syariah.
2. Sebutkan
keuntungan-keuntungan ketika pembiayaan syariah dalam pembangunan atau
pengembangan agribisnis di Indonesia?
Keuntungan ketika pembiayaan
syariah dalam pembangunan atau pengembangan agribisnis di Indonesia:
a. Tidak ada lagi kredit
yang berbasis bunga tetap (fix interest). Setiap skim kredit, apa pun bentuknya
menjadikan bunga sebagai harga tetap dari dana yang dipinjam dan harus
dikembalikan ketika jatuh tempo. Padahalsektor pertanian memiliki risiko
kegagalan yang tinggi baik dalam produksi maupun fluktuasi harga yang relatif
tinggi. Jika petani gagal dalam usahataninya, baik karena gagal panen maupun
rendahnya harga pasar, mereka tidak akan mampu membayar pinjaman sehingga dapat
terjerat hutang yang semakin besar karena prinsip bunga berbunga. Dengan adanya
pembiayaan syariah hal ini tidak akan terjadi lagi karena pembiayaan syariah
memiliki ciri bebaas bunga (interest free)
atau berprinsip bagi hasil.
b. Perhitungan bagi hasil
dilakukan pada saat transaksi berakhir. Hal ini berarti pembagian hasil
dilakukan setelah ada keuntungan riil, bukan berdasar pada asumsi bahwa
besarnya keuntungan usaha yang akan diperoleh di atas bunga kredit.
c. Tidak terdapat
kesenjangan (gap)dalam ruang usaha antara peminjam (debitor) dan pemberi
pinjaman (kreditor). Pada pembiayaan
konvensional risiko kegagalan usaha
umumnya hanya akan dibebankan kepada debitor, sementara kreditor tetap
mendapatkan keuntungan sebesar tingkat suku bunga yang ditetapkan. Namun pada
pembiayaan syariah hubungan dengan nasabah merupakan hubungan kemitraan.
d. Adanya dukungan kredit dalam
jumlah yang sesuai dengan kebutuhan
3. Berdasarkan
wacana ke-III diperoleh informasi mengenai pola-pola pembiayaan pada sektor
pertanian dengan berbagai skala. Menurut kelompok anda, sejauh mana pola
tersebut sesuai dan mampu memberikan solusi bagi petani atau UMKM pertanian
dalam upaya mengatasi masalah pembiayaan?
Kehadiran lembaga perbankan syari’ah sangat tepat
untuk mengembangkan sektor agribisnis, baik bank umum syari’ah maupun Bank
Perkreditan Rakyat Syari’ah. Hal ini dikarenakan bank syari’ah menggunakan
skema bagi hasil (mudharabah,muzara’ah, musyarakah), di samping skema
lainnya seperti jual beli salam dan murabahah.
Konsep bagi hasil sebenarnya bukan transaksi baru
dalam masyarakat Indonesia. Tradisi ini telah lama dikenal dalam
berbagai kegiatan ekonomi. Pada sektor pertanian dikenal sistem maro,
mertelu, marapat, paroan. Sistem bagi hasil pertanian, terutama untuk
tanaman padi berlangsung antara penggarap dan pemilik modal lahan dengan
proporsi bagi hasil yang relatif beragam. Skema kerja sama ini dalam fikih
dikenal dengan istilah muzara’ah, musaqah dan mukhabarah. Pada sektor
kelautan juga praktek bagi hasil telah lama dipraktekkan antara nelayan dan
pemilik boat/ perahu. Sistem ini tampaknya lebih cocok, karena hasil ikan yang
akan diperoleh para nelayan tidak dapat diperkirakan, sehingga sistem bagi
hasil ini lebih adil.
Dengan demikian, pola pembiayaan syariah mempunyai
karakteristik yang lebih cocok dengan komoditi yang dibudidayakan oleh petani.
Hal ini disebabkan :
1.
Di bank Islam tidak dikenal adanya perhitungan bunga,
tetapi menggunakan prinsip bagi hasil dan pengambilan keuntungan secara jual
beli.
2.
Dalam prinsip bagi hasil, besarnya pembagian porsi
keuntungan antara pemilik dana (Bank) dan pengelola usaha (Petani) diserahkan
kepada kedua belah pihak tersebut disesuaikan dengan masa panen.
3.
Dengan demikian, pada usaha pertanian yang kecil
pendapatannya, nisbah yang disepakati akan tidak sama dengan usaha yang lebih
besar pendapatannya, mengingat setiap komoditi usaha pertanian memiliki tingkat
pendapatan yg berbeda, dan masa panen (menghasilkan) yg berbeda pula.
4.
Petani tidak dibebani dangan bunga pinjaman, melainkan
pengembaliannya secara otomatis disesuaikan dgn masa panen.
4. Beberapa
era pemerintahan sebelumnya menerapkan pola pembiayan bagi pertanian dalam
bentuk bantuan/subsidi/kredit, namun pola pembiayan tersebut hampir dinilai
tidak berhasil akibat pelaksanaan yang tidak jelas, serta “moral hazard” yang
cukup tinggi oleh pelakunya. Apakah permasalahan tersebut nanti dapat diatasi
ketika pola pembiayaan syariah diterapkan.
Berkembangnya
moral hazard di
perbankan konvensional tidak terlepas dari sistem operasionalnya dimana risiko
tidak terdistribusi secara proporsional kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Risiko tidak tersebar secara merata antara pemilik dana, pengguna dana, serta
pihak bank. Perbankan syariah menggunakan Profit
and Loss Sharing (PLS). Secara teoritik, keberadaan PLS
berimplikasi kepada risiko serta peluang moral
hazard di perbankan sebab risiko menjadi tanggungan kedua pihak.
Bank syariah dan nasabah dipaksa untuk menyusun suatu desain kontrak yang
optimal bagi kedua belah pihak, sebab keduanya akan berbagi risiko maupun
hasil.
Kontrak
mudharabah merupakan salah satu bentuk mekanisme keuangan
syari’ah yang digunakan untuk menggantikan sistem bunga. Dalam kontrak ini terdapat
hubungan antara pemilik modal (shahibul mal/principal) dengan pelaku usaha
(mudharib/agents). Kontrak mudharabah adalah kontrak kerjasama yang menanggung
untung dan rugi antara pemilik dana (bank/principals) dengan nasabah (agents).
Hubungan kontrak keuangan seperti dalam mudharabah ini biasanya dikenal dengan
nama hubungan keagenan. Oleh karena itu, kontrak seperti ini menuntut adanya
transparansi bagi kedua belah pihak. Jika salah satu pihak (utamanya nasabah) tidak
menyampaikan secara transparan tentang hal-hal yang berhubungan dengan perolehan
hasil, sehingga dapat terjadi dan moral hazard. Dilihat dari sisi masyarakat pengguna bahwa banyak terjadi kecurangan yang dilakukan oleh masyarakat dalam kaitan dengan pelaporan-pelaporan keuangan atau moral hazard.
syari’ah yang digunakan untuk menggantikan sistem bunga. Dalam kontrak ini terdapat
hubungan antara pemilik modal (shahibul mal/principal) dengan pelaku usaha
(mudharib/agents). Kontrak mudharabah adalah kontrak kerjasama yang menanggung
untung dan rugi antara pemilik dana (bank/principals) dengan nasabah (agents).
Hubungan kontrak keuangan seperti dalam mudharabah ini biasanya dikenal dengan
nama hubungan keagenan. Oleh karena itu, kontrak seperti ini menuntut adanya
transparansi bagi kedua belah pihak. Jika salah satu pihak (utamanya nasabah) tidak
menyampaikan secara transparan tentang hal-hal yang berhubungan dengan perolehan
hasil, sehingga dapat terjadi dan moral hazard. Dilihat dari sisi masyarakat pengguna bahwa banyak terjadi kecurangan yang dilakukan oleh masyarakat dalam kaitan dengan pelaporan-pelaporan keuangan atau moral hazard.
Selain
itu pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang menuntut kejujuran dan amanah. Untuk mengatasi masalah keagenan dapat diterapkan batasan-batasan tertentu
yaitu dapat menggunakan batasan berdasarkan incentive compatible
constraint yang diajukan Presley dan Session. Dengan batasan-batasan ini
diharapkan penyimpangan dalam kontrak mudharabah dapat diminimalisasikan. Incentive compatible constraints adalah suatu cara yang disyaratkan kepada mudharib
untuk mengurangi resiko terjadinya masalah keagenan dalam pembiayaan mudharabah. Berkaitan dengan lingkungan kerja dan budaya perusahaan perbankan (Corporate culture). Dalam hal etika, sifat shiddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), fathanah (cerdas, professional) dan tabligh (komunikatif, ramah, keterbukaan) harus melandasi setiap tindakan para pelaku perbankan syariah. Dalam hal reward and punishment yang berlaku dalam perbankan syariah dipraktikkan dengan prinsip berkeadilan dan sesuai dengan syari’ah. Dengan demikian, perbankan syariah adalah perbankan yang beroperasi atas dasar prinsip-prinsip syari’ah. Prinsip syari’ah merupakan aturan dasar atau pokok yang berdasarkan hukum Islam.
diharapkan penyimpangan dalam kontrak mudharabah dapat diminimalisasikan. Incentive compatible constraints adalah suatu cara yang disyaratkan kepada mudharib
untuk mengurangi resiko terjadinya masalah keagenan dalam pembiayaan mudharabah. Berkaitan dengan lingkungan kerja dan budaya perusahaan perbankan (Corporate culture). Dalam hal etika, sifat shiddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), fathanah (cerdas, professional) dan tabligh (komunikatif, ramah, keterbukaan) harus melandasi setiap tindakan para pelaku perbankan syariah. Dalam hal reward and punishment yang berlaku dalam perbankan syariah dipraktikkan dengan prinsip berkeadilan dan sesuai dengan syari’ah. Dengan demikian, perbankan syariah adalah perbankan yang beroperasi atas dasar prinsip-prinsip syari’ah. Prinsip syari’ah merupakan aturan dasar atau pokok yang berdasarkan hukum Islam.
No comments:
Post a Comment